Sungguh miris membaca kabar bahwa saat ini ada 1
miliar orang menderita kelaparan. Angka tersebut dapat melonjak menjadi 9
miliar pada tahun 2050. Dunia membutuhkan standar pertanian yang dapat
memastikan produktifitas dan kesejahteraan petani. Dengan demikian penting untuk
memastikan petani tidak mencari pekerjaan lain ke kota.(Media Indonesia, Senin, 13 juni 2011).
Banyak produsen dunia yang produksi pertaniannya
berpotensi turun, Indonesia diharapkan dapat menghadapi tantangan masalah
pangan. Guna memacu produksi pangan anggaran Kementrian Pertanian (Kementan)
naik Rp. 422 milyar, dari Rp. 16,7 trilyun pada tahun 2011 menjadi Rp.
17,14 trilyun tahun depan. Kenaikan
tersebut disepakati dalam rapat antara komisi IV DPR RI dan Kementrian
Pertanian (Kamis, 9 Juni 2011). Dalam kaitan ketahanan pangan Kementrian
Pertanian menargetkan produksi sejumlah komoditas pangan meningkat di 2012
misalnya padi meningkat menjadi 74,13 juta ton gabah kering giling (GBG),
jagung 24 juta ton, kedelai 1,9 juta ton, gula 4,39 juta ton, dan daging sapi
471 ton.
Mentri Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Bappenas menyatakan bahwa pemerintah berencana menggenjot
produksi lima komoditas untuk mencapai swasembada pangan. Hal itu sesuai
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014. Masih banyak komoditas
yang belum bisa memenuhi target produksi. Oleh karena itu perlu prioritas
strategis guna mencapai swasembada pangan. Sebelumnya diberitakan, produksi
tiga komoditas utama pangan yakni padi, jagung, dan kedelai pada tahun 2011
diperkirakan bakal meleset dari target (Media Indonesia, 8/6). Angka ramalan I
(ramalan produksi perempat bulan) BPS menunjukkan, capaian produksi padi kurang
3,29 juta ton atau 4,66% jagung kurang 4,07 juta ton (18,52%) dan kedelai
kurang 625 ribu ton (40,13%).
Konsep Ketahanan Pangan
Dalam
UU NO 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1
dikatakan bahwa : Ketahanan Pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau.
Pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Adapun pembangunan pangan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata
berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat (UU
Pangan). Sedangkan tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan dalam
rangka ; 1. tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, & gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.
2. terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan 3.
terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau
sesuai dengan kebutuhan Masyarakat.
Ketahanan pangan nasional masih
merupakan isu strategis bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi
dan konsumsi pangan mempunyai dimensi sangat luas dan terkait dengan dimensi
sosial, ekonomi dan politik. Dengan
demikian diperlukan penyelarasan peningkatan produksi di satu pihak
(kepentingan makro) dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani di lain pihak (kepentingan mikro) dengan
prinsip pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat petani sebagai upaya
pemberdayaan. Oleh karena itu, jika secara konsisten ingin mensimultankan
pencapaian tujuan peningkatan produksi dan tujuan kesejahteraan khususnya untuk
petani yang sebagian besar berusahatani pangan, maka kebijakan swasembada (self
sufficiency) untuk komoditi beras yang strategis haruslah disesuaikan
dan diarahkan kepada self sufficiency ratio sebagai guide lines
yaitu suatu indeks yang menunjukkan perbandingan supplai pangan yang harus
dihasilkan secara domestik terhadap jumlah keseluruhan permintaan pangan dalam
negeri. Dengan demikian terjadi
keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen dengan tingkat harga
produk yang layak (at reasonable prices), sehingga memungkinkan
usahatani itu memperoleh nilai tambah, melakukan reinvestasi dan berkembang
mandiri secara berkelanjutan.
Sikap seperti ini menjadi
penting mengingat pemerintah akhir-akhir ini kewalahan dalam mengamankan
kebijakan harga dasar gabah/beras sehingga cenderung sangat merugikan petani
produksi. Dengan perkataan lain biarlah petani yang melakukan
keputusan-keputusan usahataninya sesuai signal pasar dimana kepentingan petani
produsen dan konsumen dalam konteks stabilitas dapat diakomodir melalui
pendekatan usahatani terpadu (mixed and integrated farming system) yang
mencerminkan the right crops in the right place principles. Upaya tersebut perlu pula diikuti dengan
kampanye pola makan (dietary pattern) untuk mengurangi tekanan terhadap
permintaan beras (Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000).
Beras merupakan salah satu dari
lima pangan utama yang notabene sebagai pangan pokok, sampai detik ini masih
bisa dipertahankan swasembada nya. Sejak tahun 2008, swasembada beras tumbuh
enam persen. Kemudian di tahun 2009 tumbuh sembilan persen dan di tahun 2010 turun pertumbuhannya hanya
4,6 persen. Tentunya sinyal ini menjadi ancaman kedepan.
Untuk mempertahankan swasembada
beras, Bulog sebagai institusi yang diberikan tugas menjadi institusi yang menyetok beras atau
menjaga stok beras nasional atau sebagai badan usaha yang memang diberikan amanah oleh pemerintah untuk menjaga keamanan
beras oleh stok nasionalnya, bisa memainkan perannya sebisa mungkin mengatur
kestabilan harga manakala prinsip ekonomi (supply
demand). Tentunya hal ini
menjadi dilematis, karena dengan tumbuhnya
2,4 persen tingkat gabah dan beras di masyarakat cukup tinggi. Bulog juga tidak
bisa membeli beras atau gabah dengan harga diatas HPO yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah. Akhirnya Bulog melakukan impor 2 juta ton dan itu bukan barang sedikit. Oleh karenanya
perlu suatu terobosan strategi jitu, baik di level Kementrian Pertanian sebagai
sektor yang bertanggung jawab terhadap tumbuhnya sektor pertanian, dan Bulog
sebagai institusi yang diberi tugas untuk menstabilkan harga dan stok nasional.
Presiden SBY sudah menetapkan
5-10 tahun kedepan Indonesia harus memiliki stok 10 juta ton beras pertahun.
Mengingat pernyataan presiden dalam KTT ASEAN yang menyatakan Indonesia siap
menjadi lumbung beras atau pangan ASEAN. Indonesia masih memiliki potensi mengembangkan
lahan sawah sampai 20 juta hektar. Sekarang lahan sawah yang dimiliki hanya 7
hektar saja, masih ada 13 hektar lahan sawah yang tentunya menjadi sumber,
bukan saja produksi beras dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional. Andai
ini dapat digarap dengan serius niscaya menjadi potensi ekonomi yang besar dan
dapat mensejahterakan rakyat Indonesia.
Konsep ketahanan pangan tidak
terlepas dari penanganan kerawanan pangan karena kerawanan pangan merupakan
penyebab penting instabilitas ketahanan pangan.
Kerawanan pangan dapat disebabkan karena kendala yang bersifat kronis
seperti terbatasnya sumber daya dan kemampuan, maupun yang bersifat sementara
seperti tertimpa musibah atau bencana alam.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah dan masyarakat perlu membangun suatu
sistem kewaspadaan, yang mampu mendeteksi secara dini adanya gejala kerawanan
pangan di sekitarnya serta dapat meresponnya dengan cepat dan efektif. Penanganan yang cepat dan tepat sangat
diperlukan untuk menghindarklan masyarakat tersebut dari kerawanan yang lebih parah, dengan segala dampak yang
mengikutinya.
Ketahanan pangan yang kokoh
dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumberdaya
lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan
mengembangkan sumber-sumber bahan pangan, kelembagaan pangan dan budaya pangan
yang dimiliki pada masyarakat masing-masing wilayah. Keunggulan dari pendekatan ini antara lain
adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya
pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaannya dapat diupayakan secara
berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan
masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan
yang terjadi di luar wilayah atau luar negeri.
Dalam kaitan inilah, aspek
pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat menjadi sangat penting. Pemberdayaan
masyarakat berarti meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai perwujudan dan
pengembangan kapasitas masyarakat yang berlandaskan pada pemberdayaan
sumberdaya manusia agar dapat memenuhi hak dan kewajibannya sesuai status dan
peranannya dalam pembangunan ketahanan pangan.
Namun demikian, setiap wilayah
atau daerah mempunyai keunggulan maupun keterbatasan dalam memproduksi bahan
pangan secara efisien. Ada daerah yang
surplus dan ada daerah yang minus dalam memproduksi pangan tertentu. Dengan
banyaknya jenis pangan esensial nabati maupun hewani sebagai sumber zat gizi
makro dan mikro, tidak satupun daerah mampu memenuhi seluruh jenis pangan yang
dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya.
Oleh karena itu interaksi antar
wilayah mutlak diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan pangan, dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan daerah. Demikian pula interaksi antar tataran
daerah dengan tataran nasional, dalam suatu jejaring yang aktif dan dinamis
sangat diperlukan dalam rangka ketahanan pangan nasional.
Pada dasarnya konsep pemantapan
ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan sistem dan usaha
agribisnis di bidang pangan, utamanya bagi golongan rawan pangan sementara
maupun rawan pangan kronis yang masih mempunyai potensi pengembangan aktivitas
ekonominya. Agribisnis pangan melibatkan banyak pelaku, usaha kecil seperti
petani, pengolah dan pedagang yang berbasis pada keunggulan komparatif dan
kompetitif sumberdaya lokal.
Strategi Revolusioner
Dalam waktu dekat ini, DPR
sedang melaksanakan revisi UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan, dalam rangka
memberikan jaminan, baik untuk ketahanan pangan atau kedaulatan pangan, yang
difokuskan dari dalam negeri. Dengan demikian perlu menyediakan suatu perangkat
undang-undang yang dapat memberikan jaminan keamanan terhadap pangan yang
dikonsumsi. Untuk hal ini tidaklah mudah mengingat penyelesaian masalah pangan harus
melibatkan semua lini (stake holder).
UU no 7 tahun 1996 tentang Pangan tersebut,
sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan yang terjadi di Indonesia
sekarang. Sehingga, undang-undang
tersebut harus mendapat telaah ulang khususnya oleh DPR. Kajian tersebut
tentunya menjadi skala tugas yang cukup
besar. Namun demikian, tugas-tugas yang ada tentu dapat dicarikan jalan
keluarnya secara parsial dan dikerjakan secara tepat. Maka dari itu,
konsentrasi pengembangan strategi harus terukur, tepat sasaran dan difokuskan
pada bidang pertanian umumnya pangan pokok. Sehingga strateginya adalah ketika
ada target yang harus tumbuh minimalnya 6/7 persen tahun ini, maka tahun depan
harus tumbuh 10 persen.
Strategi yang bisa dilakukan dan dikembangkan seperti
strategi intensifikasi harus tetap dilaksanakan. Strategi benih unggul,
strategi saran manajemen budidaya tanaman pertanian yang pas yang baik yang edukasional yang
dilandasi pada satu pemikiran berlandaskan
hasil penelitian yang baik dan benar.
Berkaca dari negara-negara luar yang maju pertaniannya seperti Belgia, China,
Vietnam
yang menggunakan varietas padi hybrida. Begitu pun dengan Indonesia harus mampu menggulinya mengingat padi
kualitas lokal, produktivitasnya sudah cukup baik dibandingkan dengan Thailand
yang hanya mampu memproduksi padi dengan
produktivitas antara 4-5 ton per hektar. Indonesia sudah bisa mengembangkan
5-7 ton per hektar.
Dari sisi produktifitas, sebetulnya padi lokal cukup
baik. Tinggal bagaimana mengembangkan varietas-varietas agar produktifitasnya
melonjak. Hybrida bisa dikembangkan di dalam negeri dengan menggunakan
teknologi terkini, apalagi jenis Hybrida sekali panen bisa produksi 10 ton per
hektar.
Strategi yang lain yakni ekstensifikasi, perluasan lahan yang
sekarang rata-rata hanya 50 ribu hektar pertahun. Kondisi ini tentunya tidak
seimbang dengan alih fungsi lahan yang sekarang antara 80-100 ribu hektar per
tahun. Dari lahan sawah menjadi pembangunan lainnya. Kalau kita mampu mencetak
50 ribu hektar sawah baru tiap tahunnya, tentunya semakin lama semakin ciut,
semakin kecil makin mempengaruhi tingkat produktifitas pangan nasional. Lahan-lahan pertanian yang ada harus dijaga sesuai
undang-undang yang sudah ada. Yaitu Undang-Undang No 41 tahun 2009 Tentang
Lahan Petanian Pangan Berkelanjutan. Dalam pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa : Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah
bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara
konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan nasional.
Mengadopsi dari berbagai pakar, strategi lainnya
dapat dilakukan yaitu : Pertama adalah sangat perlu untuk mengadopsi strategi
pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang menciptakan pertumbuhan yang
berdimensi pemerataan dan berkelanjutan (sustainable development). Kedua
adalah merupakan keperluan yang mendesak untuk mempercepat pertumbuhan sektor
pertanian dan pangan serta pembangunan perdesaan dengan fokus kepentingan
golongan miskin. Dan ini berarti pertanian (pangan) harus menjadi mainstream
dalam ekonomi nasional. Ketiga, sudah
saatnya harus meningkatkan akses terhadap lahan dan sumberdaya pertanian dalam
arti luas secara lebih bijaksana, termasuk menciptakan dan meningkatkan
kesempatan kerja, transfer pendapatan, menstabilkan pasokan pangan, perbaikan
perencanaan dan pemberian bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada
masyarakat.
Diversifikasi
pangan
Sekitar 63 persen kebutuhan
rakyat miskin di Indonesia adalah makanan dan sepertiganya adalah kebutuhan
terhadap beras. Menurut data Bank Dunia, beras kini merupakan komoditas yang harganya
tinggi, disertai dengan permintaan yang makin tinggi pula. Indonesia harus mengembangkan sistem diversifikasi pangan.
Diversifikasi juga jangan menghalihfungsikan makan lokal yang biasa dengan beras Selain beras juga
dapat dikembangkan produksi pangan lain
seperti ubi, singkong, talas yang bisa diolah jadi produk-produk yang memberikan satu cita ras dan aroma yang
tentunya tidak kalah degnan mie instan yang berbahan gandum. Yang biasa makan
sagu, ya monggo kita kembangkan. Yang biasa makan jagung ,ya monggo makan
jagung, jagungnya yang kita kembangkan.
Menanggapi hal ini, terdapat dua
hal yang harus dijalankan pada masa datang dalam usaha peningkatan
kesejahtaraan rakyat miskin. Dua hal itu adalah dengan menjalankan program
diversifikasi pangan dan penjangkauan ke rakyat miskin. Berbicara mengenai diversifikasi pangan,
dibagi dalam tiga kategori, yaitu diversifikasi horisontal, vertikal, dan
desentralisasi kebijakan pangan dan implementasinya. Intinya, peragaman pangan
tidak hanya menyangkut masalah kualitas. Justru yang harus ditingkatkan cara
pengolahannya, jumlah karbohidrat yang
terkandung dalam pangan tersebut, dan makanan pelengkapnya, Tujuan akhir dari diversifikasi
ini adalah meningkatnya ketahanan pangan yang berbasis sumber daya lokal.
Sementara itu, untuk program penjangkauan ke rakyat miskin, Bappenas akan
melakukan identifikasi dan targetting data yang melibatkan pemerintah
beserta komunitas lokal. Bersama-sama, mereka akan melakukan program ketahanan
pangan yang lebih baik, dan mekanisme yang lebih baik.
Penutup
Era tahun 1980-an, Indonesia
pernah mendapat penghargaan dari dunia internasional atas keberhasilannya
mewujudkan swasembada. Keberhasilan itu
mengantarkan Indonesia
memperoleh penghargaan dari organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and
Agriculture Organization/FAO). Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan dunia,
pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara
formal baru mengadopsi ketahanan pangan dalam kebijakan dan program pada tahun
1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan pada undang-undang pangan no:7
ada pada tahun 1996.
Ketahanan pangan
merupakan basis utama dalam wewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional
yang berkelanjutan. Ketahanan pangan
merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi
dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif
pilihan apakah swasembada atau kecukupan.
Dalam pencapaian
swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan.