Saat ini kita dijejali dengan berbagai fenomena
sosial yang menohok hati, mengiris logika pikir yang ada, fenomena sosial yang
dibalut dengan kemasan agama. Fenomena sosial adalah gejala-gejala atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam kehidupan sosial. Menurut Soerjono
Soekanto Fenomena Sosial atau masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian
antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial.
Fenomena munculnya padepokan Gatot Brajamusti yang diyakini oleh pengikutnya
sebagai tempat berlatih diri menempa batin dan menyatu dengan alam,
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Ilahi Rabbi, nyatanya hanya kedok
belaka. Jualan agama menjadi daya tarik awal, terlebih bagi golongan tertentu
artis jet set yang notabena kekeringan dari sisi spritual.
Terungkap padepokan
ini menjadi sarang peredaran obat terlarang NARKOBA dan ajang pesta seks. Terlebih
pasca imam padepokan tertangkap AA Gatot biasa disebut, terbuka semua
kamuflasenya.
Yang terbaru muncul masih hangat dalam perbincangan mulut dan berita,
padepokan Kanjeng Dimas Taat Pribadi, manusia yang satu ini muncul geger tatkala
tertangkap oleh aparat Kepolisian terkait laporan dan dugaan pembunuhan
terhadap pengikutnya. Selain itu dugaan penipuan penggandaan uang terhadap
jamaahnya. Padepokan kanjeng Dimas ini bertujuan suci dan luhur, dengan niat
membantu anak fakir miskin dan yatim agar tercapai kesejahteraan nya.
Dua fenomena ini, hemat penulis masing masing menggunakan jargon agama,
atau hal hal yang terkait dengan pemberdayaan keimanan dan ketakwaan. Membangun
suatu majlis atau padepokan didasari niat awal tadi dengan harapan dapat
menarik jamaah. Dan trik ini berhasil dilakukan oleh Gatot dan Taat Pribadi. Hingga
lambat laun memiliki pengikut dan jamaah yang siap menuruti apa kata sang Imam
tersebut.
Dua hal yang berbeda
akibat perbuatan masing masing namun terdapat kesimpulan yang sama, telah terjadi upaya “kapitalisi agama” yang berkedok
ke-Islaman-an. Dalam bahasa al-Qur`an ada peringatan mengenai larangan “menjual
agama” sebagaimana tertera dalam firman Allah pada surat al-Baqarah 41: ”Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah”.
Sungguh ironis Al Qur’an sebagai kitab suci nekat diterabas hanya karena dorongan ingin mendapat materi duniawi. Posisi ini memperlihatkan ‘agama’ menjadi komoditi. Kesuciannya ternodai oleh arogansi nafsu yang tidak terkontrol. Sungguh terlalu…!!
Sungguh ironis Al Qur’an sebagai kitab suci nekat diterabas hanya karena dorongan ingin mendapat materi duniawi. Posisi ini memperlihatkan ‘agama’ menjadi komoditi. Kesuciannya ternodai oleh arogansi nafsu yang tidak terkontrol. Sungguh terlalu…!!
Kejadian ini merupakan
tragedi sosial, ada apa dengan kita, kenapa ingin mengambil dengan cara yang
instan ingin menggandakan uang tanpa harus kerja dan usaha. Tanpa melewati
proses ikhtiar mendapatkan uang tersebut
Secara sosial, kasus
ini merupakan pelajaran yang harus di cermati, dijadikan pelajaran. Secara hukum
pelaku nya harus diadili sesuai koridor hukum yang berlaku.
Secara politik, meski
tidak secara kasat mata ada kaitan, namun mempengaruhi stabilitas sektor
keuangan bila kasus penggandaan uang tidak cepat diselesaikan. Akan terjadi
kegaduhan politik di masyarakat atas dan bawah. Dan akan mempengaruhi kebijakan
publik yang diterapkan juga.
Isu kanjeng ini
menarik para politisi di DPR sehingga harus menjadwalkan kunjngan komisi 3
bagian hukum ke padepokan, melihat dan mencari bahkan kalo perlu bikin Pansus
khusus Dimas kanjeng..... Duhh, serasa gimana gitu perhatiannya...
Rupanya Dimas Kanjeng
menggunakan tokoh publik dalam menarik jamaahnya, pose bareng presiden, wapres,
kapolri, panglima TNI agar dikesankan akrab dengan pejabat (masih perlu dilacak kebenarannya). Sampe tokoh
cendekiawan semacam Yunda Marwah Daud Ibrahim pun siap pasang badan menjadi
tameng padepokan ini. Ia meyakini segala ucapan dan tindakan Dimas Kanjeng
benar dan memiliki karomah yang nyata.
Bersambung.....