PROVINSI PANTURA - CIREBON MERDEKA
Urgensi Provinsi Pantura
Oleh: Drs Aep Saifullah*
Tulisan
saya di Radar beberapa bulan yang lalu mengulas tentang wacana
pembentukan Provinsi Cirebon. Saat ini, topik tersebut menghangat
kembali dan wacananya digulirkan oleh Bupati Indramayu Drs H Irianto MS
Syafiuddin. Menurut beberapa pemberitaan di media, pasca penetapan
bakal calon Gubernur Jawa Barat periode 2008-2013 dari Partai Golkar
yang mengusung calon incumbent yaitu Danny Setiawan (Gubernur Jawa
Barat sekarang), Bupati Indramayu yang turut mendaftarkan diri dalam
partai yang sama sebagai calon Wakil Gubernur, ternyata tidak lolos
karena partai menghendaki wakilnya berasal dari partai lain sebagai
mitra koalisi.
Sesungguhnya, peluang Bupati Indramayu untuk dapat mendampingi
Gubernur Jawa Barat dalam pertarungan Pilkada 2008-2013 masih terbuka
lebar sepanjang yang bersangkutan diusung oleh partai lain yang akan
menjadi mitra koalisi Golkar.
Sebagai ungkapan kekecewaannya,
Bupati Indramayu menggulirkan wacana pembentukan Provinsi Pantura.
Informasi seperti itu yang bisa didapat dari beberapa media.
Substansi
yang luas tentang urgensinya membentuk Provinsi Pantura yang didasarkan
pada hasil kajian akademis, studi kelayakan dan sejenisnya tampaknya
belum ada. Dengan demikian, muncul persepsi bahwa pembentukan Provinsi
Pantura merupakan bentuk ungkapan emosional dan belum dianalisis secara
objektif dan rasional.
Hingar bingar pembentukan Provinsi Pantura
tampaknya semakin ramai ketika 5 bupati/walikota wilayah Cirebon yaitu
Kuningan, Kab/Kota Cirebon, Majalengka dan Indramayu diisukan telah
menggelar pertemuan dan mendukung terbentuknya Provinsi Pantura
terpisah dari Jawa Barat. Mereka mendeklarasikan suatu wadah yang
dinamakan "Kaukus Cirebon" dipimpin oleh Bupati Indramayu dan Bupati
Cirebon. Bantahan adanya pertemuan khusus para Bupati/Walikota
se-Wilayah Cirebon ini telah dikemukakan, salah satunya oleh Bupati
Majalengka. Pihak keraton yang disuarakan oleh Anggota DPD RI PRA Arief
Natadiningrat dan para Ketua DPRD se-Wilayah Cirebon pun diklaim telah
memberikan dukungan penuh. MEMBEDAH POTENSI
Terlepas dari latar
belakang pemicunya, wacana pembentukan Provinsi Pantura, bagaimana pun
sudah disuarakan. Dari sisi normatif, pemekaran suatu wilayah baik
provinsi, kabupaten/kota, bahkan pemekaran desa sekalipun dimungkinkan
oleh peraturan perundangan yang ada. Saat inipun ketika pemerintah
telah menerbitkan aturan yang memperketat persyaratan pemekaran suatu
wilayah, DPR RI telah menyetujui usulan pemekaran beberapa
kabupaten/kota seperti: Kota Cilegon Banten, PP nomor 78 Tahun 2007
tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah, yang menjadi payung hukum terbaru pemekaran daerah
mempersyaratkan adanya dukungan dari forum komunitas desa di samping
persetujuan dari DPRD kabupaten induk.
Banyak faktor yang dijadikan
dasar serta persyaratan pemekaran suatu wilayah seperti luas wilayah,
jumlah penduduk, kapasitas fiskal, potensi ekonomi daerah, tingkat
ekonomi masyarakat, ketersediaan infrastruktur, rentang kendali (span
of control) pemerintahan, dan lain-lain. Di samping alasan-alasan
objektif di atas, alasan lain yang seringkali bersifat subjektif tetapi
paling lantang disuarakan yaitu: ketimpangan pembangunan antar wilayah,
diperlakukan kurang adil dan dianaktirikan, serta isu-isu yang
bernuansa kesukuan dan kedaerahan. Isu pemekaran seringkali muncul
menjelang pilkada. Sebagai ilustrasi ketika Kabupaten Indramayu akan
menggelar pilkada muncul wacana pembentukan Kabupaten Indramayu Barat,
di Kabupaten Cirebon muncul wacana pembentukan Kabupaten Cirebon Timur.
Provinsi Banten sendiri lahir salah satunya dikarenakan alasan
keterbelakangan/ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Kabupaten/kota
di Jawa Barat yang masuk kategori wilayah pantura dalam pandangan
penulis adalah Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu, Kabupaten dan
Kota Cirebon yang notabene Kabupaten/kota yang memiliki garis pantai di
sepanjang wilayah Utara Pulau Jawa. Sedangkan Kabupaten Purwakarta,
Sumedang, Majalengka dan Kuningan yang tidak memiliki wilayah laut
walaupun lebih dekat ke pantai utara dibandingkan dengan pantai selatan
pulau Jawa tidak dapat dikategorikan sebagai kabupaten pantura. Dengan
demikian, apabila merujuk kepada pembagian perwilayahan provinsi,
wacana Provinsi Pantura lebih tepat disebut Provinsi Cirebon dan
wilayahnya mencakup Kabupaten/kota eks Wilayah III Cirebon.
Kabupaten/kota
yang masuk wilayah Cirebon secara kasat mata memiliki beragam potensi
dengan nilai ekonomis tinggi berikut keunggulannya masing-masing
seperti: Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan sektor pariwisata
(pemandian air panas dan objek sejarah Linggar Jati, sumber daya hayati
Taman Nasional Gunung Ciremai ditopang wacana Kebun Raya Kuningan,
situs purbakala Cipari, Waduk Darma, air terjun/curug Domba, cagar
budaya Cigugur, dll); Kabupaten Cirebon memiliki keunggulan di sektor
industri (produk rotan, sentra Batik Trusmi, batu alam, garmen,
perikanan darat, perikanan laut, dll); Kota Cirebon memiliki keunggulan
di sektor jasa, perdagangan, wisata budaya/ziarah; Kabupaten Majalengka
memiliki keunggulan di sektor pertanian, agribisnis, minyak dan gas
bumi. Sementara, Kabupaten Indramayu memiliki keunggulan di sektor
migas, sumber daya laut, sentra produksi padi, dan lain-lain. Di
samping keunggulan-keunggulan spesifik sebagaimana diuraikan di atas,
ketersediaan infrastruktur pun cukup memadai seperti: jalan tol,
pelabuhan laut, bandar udara, PLTU, sumber air bersih, dan lain-lain.
Melihat
banyak dan beragamnya potensi yang dimiliki tampaknya wilayah Cirebon
memenuhi syarat untuk menjadi provinsi tersendiri. Dengan demikian,
pertanyaan yang perlu diajukan tidak sebatas layak atau tidak layak,
tetapi pertanyaannya harus lebih menyentuh substansi yang paling
mendasar, yaitu apakah pembentukan provinsi pantura memberikan manfaat
lebih besar kepada masyarakat dibandingkan dengan tetap bergabung
dengan Jawa Barat? Apakah upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat dan mempercepat perkembangan suatu wilayah mesti dilakukan
dengan pemekaran wilayah? Saya kira jawaban atas pertanyaan di atas
bisa berbeda dan dapat menjadi bahan perdebatan berkepanjangan.
Ada
suatu fakta yang perlu menjadi bahan perenungan, yaitu ketika
Departemen Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap daerah baru hasil
pemekaran, ditemukan fakta bahwa mayoritas pemekaran daerah tidak
menunjukkan kemajuan yang berarti, bahkan boleh dibilang cenderung
terjadi kemunduran dilihat dari aspek kemampuan keuangan, anggaran
biaya belanja publik tersedot oleh belanja aparatur, dan kualitas
pelayanan masyarakat tidak menjadi lebih baik.
Meskipun demikian,
tidak berarti bahwa pemekaran daerah merupakan langkah yang tidak
perlu, hanya saja tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa apalagi
hanya didasarkan pada alasan yang lebih bersifat subjektif. Kalau kita
berani jujur, sesungguhnya pemekaran daerah itu cenderung lebih
menguntungkan bagi kalangan elite tertentu saja dibandingkan
kepentingan masyarakat. Bagi para birokrat, terbuka peluang promosi
jabatan di level yang lebih tinggi, bagi politisi terdapat peluang baru
menjadi pimpinan daerah maupun anggota legislatif, dan bagi para
pengusaha teranggarkan milyaran rupiah untuk pembangunan
gedung/infrastruktur pemerintahan. Bagi masyarakat sendiri tidak
menutup kemungkinan beban semakin berat karena ada penambahan kewajiban
pembayaran pajak dan retribusi baru yang sebelumnya tidak tergali.
(*)Penulis adalah Koordinator Forum Masyarakat Peduli Daerah (FORMALIDA) Wilayah 3 Cirebon dan alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 komentar:
saya sangat setuju apabila propinsi cirebon segera dibentuk, sebab dengan demikian dapat terlihat kalau propinsi cirebon bukan merupakan mainan pemerintah pusat.
diharapkan propinsi ini dapat mewujudkan para kesepuhan kecirebonan yang kental dengan tradisi religius...
MARI KITA SAMA-SAMA MENDIRIKAN PROPINSI KESEPUHAN CIREBON...
SEMOGA LELUHUR KITA BANGGA DENGAN KITA SEBAGAI ANAK CUCUNYA
Posting Komentar