Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 15 Mei 2013

RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani; Menuju kedaulatan, Kemandirian dan Ketahanan Pangan



Meskipun diwarnai perdebatan alot antara DPR dan pemerintah, akhirnya Komisi IV DPR RI dapat menyelesaikan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani pada masa sidang ke III tahun 2012-2013. Pembahasan panja di tingkat I untuk seluruh norma substansi, sudah selesai tinggal tahapan pembahasan di tim kecil (tim perumus dan tim sinkronisasi), lalu tahapan pengambilan keputusan tingkat I di rapat kerja dan pengambilan keputusan tingkat II di paripurna.
RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP) ini mengatur mekanisme bagaimana perencanaan, perlindungan petani, pembiayaan, pemberdayaan petani, pengawasan, peran serta masyarakat. Agar petani senantiasa mendapatkan hak nya guna mendapatkan kesejahteraan.
Membahas pertanian memang tidak ada habisnya. Selalu muncul permasalahan yang melanda di lini hajat banyak ini. Permasalahan umum yang kerap terjadi di masyarakat antara lain, tidak didukung oleh sistem yang menunjang, sebagian besar petani masih memakai cara konvensional dan tradisional, tidak didukung oleh aspek teknologi, manajemen, serta  pendanaan yang kurang memadai.
Dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani  pasal 1 ayat (4) dijelaskan bahwa  pertanian adalah kegiatan mengelola sumberdaya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem. Sedangkan di pasal 1 ayat (3) dikatakan, petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha di bidang pertanian.
 Melihat kondisi saat ini, jumlah tenaga kerja pertanian di Indonesia mencapai 41,2 juta jiwa, 36,38% dari angkatan kerja (2012), adapun NTP berkisar antara 100-104. Dengan areal luas lahan 7.748.348 Ha terdapat sekitar 4.7 Jt Ha rusak  dengan berbagai kategori antara lain ; terdegrasi berat 1.8 jt ha (38%), terdegradasi sedang 2.8 jt ha (50%), terdegradasi rendah 376 ribu ha (8%) dan posisi tidak  terdegradasi mencapai 276 ribu ha (4%).
Potensi lahan Pertanian Indonesia  mencapai 94,1 juta ha hampir 50% dari 25,4 juta ha cocok untuk sawah. Sedangkan eksisting luas baku sawah 7,8 Juta ha dari cadangan lahan sawah 17,6 juta ha. Kalau di rata-rata kan kepemilikan lahan di angka 0,3 ha per kapita.
Sektor pertanian mempunyai andil dan kontribusi besar terhadap PDRB nasional dengan nilai mencapai 15% pada tahun 2012. Pada tahun ini pula, neraca perdagangan sektor pertanian menunjukkan surplus 22,7 milyar USD. Pencapaian investasi sampai triwulan pertama tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang menembus angka Rp 2,8 triliun..
Sayangnya, realita tersebut tidak berbanding lurus dengan peningkatan taraf kesejahteraan petani. Maret 2012, penduduk miskin di Indonesia, mencapai 29,13 juta orang, dengan penduduk miskin di perdesaan mencapai 18,97 juta orang. Sebanyak 64,7% penduduk miskin bekerja di sektor pertanian. (BPS, 2012).
2 bulan terakhir masih terngiang di benak pikiran kita, harga bawang melonjak drastis di pasaran hampir merata di kota-kota besar, hal ini terjadi lantaran lemahnya kontrol perlindungan pemerintah terhadap petani. Perlindungan dan pemberdayaan petani bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melindungi petani dari kegagalan panen & risiko harga, meningkatkan kemandirian dan kedaulatan petani. Selain itu dengan memberikan kepastian usaha tani, menyediakan prasarana dan sarana, serta menumbuh kembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian.  
 Lebih rigid lagi dijelaskan dalam pada pasal 1 ayat (1) RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan petani adalah segala upaya untuk membantu petani menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, ketersediaan lahan, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim. Ayat (2) berikutnya, ditegaskan apa yang disebut dengan pemberdayaan kepada petani, yakni segala upaya untuk mengubah pola pikir petani yang lebih maju, peningkatan usaha tani, penumbuhan dan penguatan kelembagaan petani guna meningkatkan kesejahteraan petani.
Melihat kondisi di lapangan, kiranya perlu terobosan strategi dan langkah inovatif dalam melindungi dan memberdayakan petani, agar petani tidak selalu menjadi korban. Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilakukan secara sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel. Perencanaan matang harus berbasis daya dukung sumber daya alam dan lingkungan, rencana tata ruang wilayah, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu dengan perencanaan matang dapat mengukur, kebutuhan prasarana dan sarana, jumlah petani dan kelayakan teknis dan ekonomis serta kesesuaian dengan kelembagaan dan budaya setempat.  
              Dalam Pasal 7 Ayat (1) dijabarkan bagaimana Strategi  perlindungan  dan  pemberdayaan  petani  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dengan memperhatikan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani.  Ayat (2) nya mengatakan Strategi perlindungan petani dilakukan melalui prasarana dan sarana produksi pertanian, kepastian usaha, harga komoditas pertanian, Asuransi Pertanian, penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; dan pembangunan sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim.   
Dan Ayat (3) nya menjelaskan tentang Strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan kelembagaan petani
Lantas siapa yang harus dilindungi, petani bagaimana yang masuk dalam kriteria perlindungan dan patut diberdayakan? Pasal 12  ayat (2) lebih rinci menerangkan kategori tersebut yakni, Perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)  huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diberikan kepada a.) Petani yang tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan usaha tani. b.) Petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budidaya tanaman pangan pada luas lahan paling banyak 2 (dua) hektar; dan/atau c.) Petani hortikultura, pekebun, atau peternak yang tidak memerlukan izin usaha.
Mengutip laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, salah satu faktor yang menyebabkan sektor pertanian Indonesia lemah yaitu sulitnya akses petani ke sumber modal yang ada. Akses petani melalui sektor perbankan yang sangat lemah dapat disebabkan karena: (1) petani tidak memiliki jaminan atau agunan guna mendapatkan kredit; (2) pertanian dianggap sebagai usaha yang memiliki risiko tinggi sehingga perbankan mengalami kesulitan dalam menyalurkan kreditnya; dan (3) skala kredit yang dibutuhkan rumah tangga  petani sangat kecil (karena sempitnya lahan) sehingga tidak memenuhi skala kredit kecil dari perbankan.
Guna mengatasi permasalahan pembiayaan atau pendanaan sektor pertanian, salah satu fungsi DPR di bidang legislasi, saat ini sedang menyusun RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagai usul inisiatif DPR. Terbitnya undang-undang ini, diharapkan menjadi solusi terhadap persoalan petani, seperti sempitnya lahan garapan, suitnya pembiayaan, kepastian harga, tersumbatnya akses informasi dari pasar, sarana dan prasarana pertanian serta jaminan apabil terjadi gagal panen melalui pembentukan asuransi pertanian, tentunya semua itu berdampak baik bagi petani kita.
Hinga kini, komisi IV DPR RI bersama pemerintah sudah menyelesaikan pasal-pasal yang selama ini menjadi perdebatan yang sangat alot yakni tentang pendanaan dan pembiayaan bagi petani dan asuransi pertanian. Asuransi pertanian sebagai instrumen perlindungan apabila gagal panen terhadap petani sesuai yang ditetapkan dalam undang-undang ini, sebagian pembayaran preminya ditanggung jawab oleh pemerintah yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.
Skema asuransi pertanian lebih detail disebutkan dalam Pasal 36 RUU PPP yaitu Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) dalam bentuk asuransi pertanian. Asuransi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat : bencana alam, ledakan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular; dan atau, wabah perubahan iklim; program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan jenis risiko-risiko lain diatur dengan peraturan Menteri.
   Dalam hal ketersedian lahan pertanian, petani memperoleh jaminan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui jaminan konsolidasi lahan pertanian dan luasan lahan pertanian. Konsolidasi Lahan Pertanian tersebut seperti yg dijelaskan di Pasal 57 RUU Perlindangan dan Pemberdayaan Petani, ini dilakukan dengan cara penataan kembali penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk pertanian, dan menjamin luasan lahan pertanian untuk petani agar mencapai tingkat kehidupan yang layak. Serta melalui pengendalian alih fungsi lahan pertanian; dan pemanfaatan lahan pertanian yang terlantar.
Adapun Jaminan luasan lahan pertanian, menurut pasal 59 RUU PPP disebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan jaminan luasan lahan kepada petani dengan memberikan kemudahan untuk memperoleh tanah negara yang diperuntukan atau ditetapkan untuk kawasan pertanian, berupa pemberian tanah negara bebas untuk lahan pertanian seluas maksimal 2 ha bagi petani yg mengusahakan lahan pertanian di lahan yg diperuntukan untuk kawasan pertanian selama 5 (lima) tahun berturut-turut dan  pemberian lahan terlantar
Pemberian ini bukan berupa hak milik, melainkan untuk menambah akses petani untuk pemanfaatan lahan bagi usaha pertanian. Selain kemudahan akses, pemerintah memfasilitasi pinjaman modal bagi petani untuk memiliki lahan pertanian. Petani yang mendapatkan kemudahan wajib memanfaatkan, bahkan dilarang mengalihfungsikan  dan mengalih kepemilikan, serta mendapat keringanan PBB & insentif lain sesuai UU.
            Dari sisi kelembagaan petani, Pasal 71 dari RUU PPP menyebutkan pemerintah wajib mendorong terhadap penguatan kelembagaan petani dan ekonomi petani. Kelembagaan petani berupa Kelompok Petani (Poktan), Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan), asosiasi dan Dewan Komoditas Pertanian nasional. Adapun kelembagaan ekonomi seperti badan usaha miik petani berbentuk koperasi atau lainnya. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan skala ekonomi, daya saing, wadah investasi, dan menembangkan jiwa kewirausahaan petani.

Unit Khusus Pertanian
Guna mendukung pencapaian kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan, serta peningkatan kesejahteraan petani diperlukan pembiayaan sebagai bagian pokok dari faktor produksi petani, selain lahan dan teknologi. Namun, kenyataannya alokasi pembiayaan sektor pertanian sangat rendah dibandingkan sektor lainnya. Oleh karena itu, DPR RI melalui Komisi IV melakukan upaya terobosan dalam bentuk RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang salah satu substansi pokoknya adalah pembiayaan sektor pertanian. Pasal 84 ayat 1 dan 2 mengatakan pembiayaan dan pendanaan untuk kegiatan perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan oleh Pemerintah bersumber dari APBN dan APBD.
Konsep pembiayaan tersebut diatur lebih rinci dalam pasal 85 yang menyebutkan bahwa pembiayaan dan pendanaan dalam perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan untuk mengembangkan usaha tani melalui a. lembaga perbankan dan/atau b. lembaga pembiayaan.
Komisi IV DPR RI meminta pemerintah menugaskan BUMN dan BUMD di bidang perbankan untuk, membentuk unit khusus yang menangani pertanian dengan penanganan, sistem dan aturan yang khusus pula. Sehingga dalam konsep RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ini sesungguhnya tidak membentuk bank baru, melainkan memberikan penugasan kepada bank BUMN yang sudah ada sebagai  unit khusus bagi petani.
Bank BUMN lebih mudah ditetapkan sebagai  unit khusus Bank Bagi Petani karena mayoritas modal dimiliki oleh Pemerintah dengan prosedur pelayanan mudah dan persyaratan yang lunak. Selain itu pembiayaan usaha tani tersebut dapat dilakukan oleh bank swasta. Bank membantu petani agar memenuhi persyaratan memperoleh kredit/pembiayaan, bank membantu dan memudahkan petani mengakses fasilitas perbankan. Serta dapat menyalurkan kredit/pembiayaan bersubsidi/tidak bersubsidi melalui lembaga keuangan bukan bank/jejaring lembaga keuangan mikro di bidang agribisnis.
Saat ini terdapat 15 negara yang memiliki Bank Pertanian, seperti Perancis, Belanda, Rusia, Turki, Arab Saudi, Iran, Afrika Selatan, Nigeria, Jepang, Taiwan, RRC, India, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Target jangka panjang, pembentukan bank bagi petani memang menjadi pilihan yang ideal untuk mengatasi permasalahan pembiayaan sektor pertanian. Namun, konsekuensi dan biaya yang ditimbulkan harus dipikirkan agar petani dapat mudah dan cepat mengakses pembiayaan dari perbankan.
Oleh karena itu, dalam target jangka pendek mewajibkan bank umum milik negara dan bank umum milik pemerintah daerah membentuk unit khusus pertanian merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan pembiayaan sektor pertanian.
Selain itu IV DPR RI meminta pemerintah menugaskan pula kepada lembaga pembiayaan pemerintah, yang tentunya dengan persyaratan prosedur mudah dan lunak. Dapat menyalurkan kredit/ pembiayaan Usaha Tani melalui jejaring lembaga keuangan mikro di bidang agribisnis. Membantu dan memudahkan petani dalam memperoleh fasilitas kredit dan/atau pembiayaan. Membantu petani agar memenuhi persyaratan memperoleh kredit/pembiayaan
            Dengan selesainya norma substansi pembiayaan dan suransi pertanian ini, maka panja RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP) sepakat pada masa sidang ke IV tahun 2012-2013 RUU PPP akan disahkan menjadi undang-undang.
 Tentunya perlu ada pengawasan sebagai jaminan tercapainya tujuan  perlindungan dan pemberdayaan petani, meliputi pelaporan, pemantauan, dan evaluasi. Pengawasan tersebut dilakukan secara berjenjang oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Hasil berupa laporan yang merupakan informasi publik yang diumumkan dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat
 Oleh karena itu perlu kiranya peran dan dorongan dari masyarakat dalam melindungi petani dengan berbagai kegiatan antara lain memelihara dan menyediakan prasarana pertanian, lebih mengutamakan konsumsi hasil pertanian dalam negeri, mencegah alih fungsi lahan pertanian. Selain itu kalau ada praktik pungutan segera melaporkan, dan menyediakan bantuan sosial bagi petani yang mengalami bencana.
Adapun wujud peran masyarakat dalam pemberdayaan petani dengan membantu dalam penyelenggaraan kegiatan seperti pendidikan non formal, pelatihan dan pemagangan, atau dengan mengadakan penyuluhan, penguatan kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani serta memfasilitasi sumber pembiayaan atau permodalan.