Meskipun diwarnai
perdebatan alot antara DPR dan pemerintah, akhirnya Komisi IV DPR RI dapat menyelesaikan RUU Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani pada masa sidang ke III tahun 2012-2013. Pembahasan panja di tingkat I untuk seluruh norma
substansi, sudah selesai tinggal tahapan
pembahasan di tim
kecil (tim perumus dan tim sinkronisasi), lalu
tahapan pengambilan keputusan tingkat I di rapat
kerja dan pengambilan keputusan tingkat II di paripurna.
RUU
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP) ini mengatur mekanisme bagaimana perencanaan,
perlindungan petani, pembiayaan, pemberdayaan petani, pengawasan, peran serta masyarakat. Agar petani senantiasa mendapatkan hak nya guna
mendapatkan kesejahteraan.
Membahas
pertanian memang tidak ada habisnya. Selalu muncul permasalahan yang melanda di
lini hajat banyak ini. Permasalahan umum yang kerap terjadi di masyarakat antara lain, tidak
didukung oleh sistem yang menunjang, sebagian
besar petani masih memakai cara konvensional dan tradisional, tidak
didukung oleh aspek teknologi, manajemen, serta pendanaan yang kurang memadai.
Dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani pasal 1 ayat (4) dijelaskan
bahwa pertanian adalah kegiatan mengelola
sumberdaya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan
manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem. Sedangkan di pasal 1 ayat (3) dikatakan, petani
adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang
melakukan usaha di bidang pertanian.
Melihat kondisi saat ini, jumlah tenaga
kerja pertanian di Indonesia mencapai 41,2 juta jiwa, 36,38% dari
angkatan kerja (2012), adapun NTP
berkisar antara 100-104. Dengan areal luas
lahan 7.748.348 Ha terdapat sekitar 4.7 Jt Ha rusak dengan
berbagai kategori antara lain ; terdegrasi berat 1.8 jt ha
(38%), terdegradasi sedang 2.8 jt ha
(50%), terdegradasi rendah 376 ribu
ha (8%) dan posisi tidak terdegradasi
mencapai 276 ribu ha (4%).
Potensi
lahan Pertanian Indonesia mencapai 94,1
juta ha hampir 50% dari 25,4 juta ha cocok untuk
sawah. Sedangkan eksisting luas baku sawah 7,8
Juta ha dari cadangan lahan sawah 17,6
juta ha. Kalau di rata-rata kan kepemilikan
lahan di angka 0,3 ha per kapita.
Sektor
pertanian mempunyai andil dan kontribusi
besar terhadap PDRB nasional dengan nilai
mencapai 15% pada tahun 2012. Pada tahun ini
pula, neraca perdagangan sektor pertanian
menunjukkan surplus 22,7 milyar USD. Pencapaian
investasi
sampai triwulan pertama tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya yang menembus angka Rp
2,8 triliun..
Sayangnya,
realita tersebut tidak berbanding lurus dengan peningkatan taraf kesejahteraan petani. Maret
2012, penduduk miskin di Indonesia,
mencapai 29,13 juta orang, dengan penduduk miskin di perdesaan mencapai 18,97
juta orang. Sebanyak
64,7% penduduk miskin bekerja di sektor pertanian. (BPS, 2012).
2 bulan terakhir masih terngiang di benak pikiran kita, harga bawang melonjak
drastis di pasaran hampir merata di kota-kota besar, hal ini terjadi lantaran lemahnya kontrol
perlindungan pemerintah terhadap petani. Perlindungan
dan pemberdayaan petani bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melindungi
petani dari kegagalan panen &
risiko harga, meningkatkan kemandirian dan kedaulatan
petani. Selain itu dengan memberikan
kepastian usaha
tani, menyediakan prasarana dan
sarana, serta menumbuh kembangkan kelembagaan
pembiayaan pertanian.
Lebih rigid lagi dijelaskan dalam pada pasal
1 ayat (1) RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan petani adalah segala upaya
untuk membantu petani menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana
dan sarana produksi, ketersediaan lahan, kepastian usaha, risiko harga,
kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim. Ayat (2) berikutnya, ditegaskan apa yang disebut
dengan pemberdayaan
kepada petani, yakni segala upaya untuk mengubah
pola pikir petani yang lebih maju, peningkatan usaha tani, penumbuhan dan
penguatan kelembagaan petani guna meningkatkan
kesejahteraan petani.
Melihat kondisi di lapangan, kiranya perlu terobosan strategi dan
langkah inovatif dalam melindungi dan memberdayakan petani, agar petani tidak
selalu menjadi korban. Perencanaan perlindungan dan
pemberdayaan petani harus dilakukan
secara sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel. Perencanaan matang harus berbasis daya
dukung sumber daya alam dan lingkungan, rencana tata ruang wilayah, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu dengan perencanaan matang dapat mengukur, kebutuhan prasarana dan
sarana, jumlah petani dan kelayakan teknis dan ekonomis serta kesesuaian dengan
kelembagaan dan budaya setempat.
Dalam
Pasal
7 Ayat (1) dijabarkan
bagaimana Strategi
perlindungan dan pemberdayaan
petani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya dengan memperhatikan kebijakan
perlindungan dan pemberdayaan petani.
Ayat (2) nya
mengatakan Strategi perlindungan petani dilakukan melalui prasarana dan sarana produksi pertanian, kepastian
usaha, harga
komoditas pertanian, Asuransi Pertanian, penghapusan praktik ekonomi biaya
tinggi; dan pembangunan sistem peringatan
dini dan penanganan dampak perubahan iklim.
Dan Ayat (3) nya menjelaskan tentang Strategi pemberdayaan petani
dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan
sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, pengutamaan hasil pertanian dalam
negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, penyediaan fasilitas pembiayaan dan
permodalan, kemudahan akses
ilmu pengetahuan, teknologi, dan
informasi; dan penguatan kelembagaan petani
Lantas siapa yang harus
dilindungi, petani bagaimana yang masuk dalam kriteria perlindungan dan patut
diberdayakan? Pasal 12 ayat (2) lebih
rinci menerangkan kategori tersebut yakni, Perlindungan
petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
diberikan kepada a.) Petani
yang tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan
usaha tani. b.) Petani
yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budidaya tanaman pangan pada luas
lahan paling banyak 2 (dua) hektar; dan/atau c.)
Petani hortikultura, pekebun, atau peternak yang tidak
memerlukan izin usaha.
Mengutip laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, salah
satu faktor yang menyebabkan sektor
pertanian Indonesia lemah yaitu
sulitnya akses petani
ke sumber modal yang ada. Akses petani melalui
sektor perbankan yang sangat lemah dapat disebabkan karena: (1)
petani tidak memiliki jaminan atau
agunan guna mendapatkan kredit; (2) pertanian dianggap sebagai usaha yang
memiliki risiko tinggi sehingga perbankan mengalami kesulitan dalam menyalurkan
kreditnya; dan (3) skala kredit yang dibutuhkan rumah tangga petani sangat kecil (karena sempitnya lahan)
sehingga tidak memenuhi skala kredit kecil dari perbankan.
Guna mengatasi
permasalahan pembiayaan atau pendanaan sektor pertanian,
salah satu fungsi DPR di bidang legislasi, saat ini sedang menyusun RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani sebagai usul inisiatif DPR. Terbitnya undang-undang ini,
diharapkan menjadi solusi terhadap persoalan petani, seperti sempitnya lahan
garapan, suitnya pembiayaan, kepastian harga, tersumbatnya akses informasi dari
pasar, sarana dan prasarana pertanian serta jaminan apabil terjadi gagal panen
melalui pembentukan asuransi pertanian, tentunya semua itu berdampak baik bagi
petani kita.
Hinga kini, komisi IV DPR RI bersama pemerintah sudah
menyelesaikan pasal-pasal yang selama ini
menjadi perdebatan yang
sangat alot yakni tentang pendanaan dan pembiayaan bagi petani dan asuransi
pertanian. Asuransi
pertanian sebagai instrumen perlindungan apabila gagal panen terhadap petani sesuai yang
ditetapkan dalam undang-undang ini, sebagian
pembayaran preminya ditanggung jawab oleh pemerintah yang disesuaikan dengan
kemampuan keuangan negara.
Skema asuransi pertanian lebih detail disebutkan dalam
Pasal 36 RUU PPP yaitu Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
berkewajiban melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) dalam
bentuk asuransi pertanian. Asuransi pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi petani dari
kerugian gagal panen akibat : bencana
alam, ledakan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular; dan atau, wabah perubahan iklim;
program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan jenis risiko-risiko lain diatur dengan
peraturan Menteri.
Dalam hal ketersedian lahan pertanian, petani memperoleh jaminan
dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui jaminan konsolidasi
lahan pertanian dan luasan
lahan pertanian. Konsolidasi
Lahan Pertanian tersebut seperti yg dijelaskan di Pasal 57 RUU
Perlindangan dan Pemberdayaan Petani, ini dilakukan dengan cara penataan
kembali penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk pertanian, dan menjamin luasan lahan
pertanian untuk petani agar mencapai tingkat kehidupan yang layak. Serta melalui pengendalian
alih fungsi lahan pertanian; dan pemanfaatan lahan pertanian yang terlantar.
Adapun Jaminan luasan lahan pertanian, menurut pasal
59 RUU PPP disebutkan bahwa Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah wajib memberikan
jaminan luasan lahan kepada petani dengan memberikan kemudahan untuk memperoleh tanah negara yang diperuntukan atau ditetapkan
untuk kawasan pertanian, berupa pemberian
tanah negara bebas untuk lahan
pertanian seluas maksimal 2 ha bagi petani yg
mengusahakan lahan pertanian di
lahan yg diperuntukan untuk kawasan pertanian selama 5 (lima)
tahun berturut-turut dan pemberian lahan terlantar
Pemberian ini bukan berupa hak
milik, melainkan untuk menambah akses petani untuk pemanfaatan
lahan bagi usaha pertanian. Selain
kemudahan akses, pemerintah memfasilitasi
pinjaman modal bagi petani untuk memiliki lahan pertanian. Petani yang mendapatkan kemudahan wajib
memanfaatkan, bahkan dilarang
mengalihfungsikan dan mengalih kepemilikan, serta mendapat
keringanan PBB & insentif lain sesuai UU.
Dari sisi kelembagaan petani, Pasal 71
dari RUU PPP menyebutkan pemerintah wajib mendorong terhadap penguatan
kelembagaan petani dan ekonomi petani. Kelembagaan petani berupa Kelompok
Petani (Poktan), Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan), asosiasi dan Dewan
Komoditas Pertanian nasional. Adapun kelembagaan ekonomi seperti badan usaha
miik petani berbentuk koperasi atau lainnya. Semuanya bertujuan untuk
meningkatkan skala ekonomi, daya saing, wadah investasi, dan menembangkan jiwa
kewirausahaan petani.
Unit Khusus Pertanian
Guna mendukung pencapaian kedaulatan pangan, kemandirian
pangan, dan ketahanan pangan, serta peningkatan
kesejahteraan petani diperlukan pembiayaan sebagai bagian pokok dari faktor
produksi petani, selain lahan dan teknologi. Namun, kenyataannya alokasi
pembiayaan sektor pertanian sangat rendah dibandingkan sektor lainnya. Oleh karena
itu, DPR RI melalui Komisi IV melakukan upaya terobosan dalam bentuk RUU tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang salah satu substansi pokoknya adalah
pembiayaan sektor pertanian. Pasal 84 ayat 1
dan 2 mengatakan pembiayaan dan pendanaan
untuk kegiatan perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan oleh
Pemerintah bersumber dari APBN dan APBD.
Konsep pembiayaan tersebut diatur lebih rinci dalam
pasal 85 yang menyebutkan bahwa pembiayaan dan pendanaan dalam
perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan untuk mengembangkan usaha tani
melalui a. lembaga perbankan dan/atau b. lembaga pembiayaan.
Komisi IV DPR RI meminta pemerintah
menugaskan BUMN
dan BUMD di bidang perbankan untuk,
membentuk unit
khusus yang menangani pertanian dengan penanganan, sistem dan aturan yang
khusus pula. Sehingga dalam konsep RUU Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani ini sesungguhnya
tidak membentuk bank baru, melainkan memberikan penugasan kepada bank BUMN yang sudah ada sebagai unit khusus
bagi petani.
Bank
BUMN lebih mudah ditetapkan sebagai unit khusus Bank
Bagi Petani karena mayoritas modal dimiliki oleh Pemerintah dengan prosedur pelayanan mudah dan
persyaratan yang lunak. Selain itu pembiayaan
usaha tani tersebut dapat dilakukan oleh bank swasta. Bank membantu
petani agar memenuhi persyaratan memperoleh kredit/pembiayaan, bank membantu dan memudahkan
petani mengakses fasilitas perbankan. Serta
dapat menyalurkan kredit/pembiayaan bersubsidi/tidak bersubsidi melalui lembaga
keuangan bukan bank/jejaring lembaga keuangan mikro di bidang agribisnis.
Saat ini terdapat 15 negara yang memiliki Bank
Pertanian, seperti Perancis, Belanda, Rusia, Turki, Arab Saudi, Iran, Afrika
Selatan, Nigeria, Jepang, Taiwan, RRC, India, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Target jangka
panjang, pembentukan bank bagi petani memang menjadi pilihan yang ideal untuk
mengatasi permasalahan pembiayaan sektor pertanian. Namun, konsekuensi dan
biaya yang ditimbulkan harus dipikirkan agar petani dapat mudah dan cepat
mengakses pembiayaan dari perbankan.
Oleh karena itu, dalam target
jangka pendek mewajibkan bank umum milik negara dan
bank umum milik pemerintah daerah membentuk unit khusus pertanian merupakan
solusi untuk mengatasi permasalahan pembiayaan sektor pertanian.
Selain
itu IV DPR RI
meminta pemerintah menugaskan pula kepada
lembaga pembiayaan pemerintah,
yang tentunya dengan persyaratan
prosedur mudah dan lunak.
Dapat menyalurkan kredit/ pembiayaan Usaha Tani melalui jejaring lembaga
keuangan mikro di bidang agribisnis. Membantu dan memudahkan petani dalam
memperoleh fasilitas kredit dan/atau pembiayaan. Membantu petani agar memenuhi
persyaratan memperoleh kredit/pembiayaan
Dengan
selesainya norma substansi pembiayaan dan suransi pertanian ini, maka panja RUU
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP) sepakat pada masa sidang ke IV tahun 2012-2013
RUU PPP akan disahkan menjadi undang-undang.
Tentunya perlu ada pengawasan sebagai jaminan
tercapainya tujuan perlindungan dan
pemberdayaan petani, meliputi pelaporan, pemantauan, dan evaluasi. Pengawasan tersebut dilakukan secara berjenjang oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
sesuai kewenangannya. Hasil berupa laporan yang merupakan informasi publik yang
diumumkan dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat
Oleh karena itu perlu kiranya peran dan dorongan dari
masyarakat dalam melindungi
petani dengan berbagai kegiatan antara lain memelihara
dan menyediakan prasarana pertanian,
lebih mengutamakan konsumsi hasil pertanian dalam negeri, mencegah alih fungsi lahan
pertanian. Selain itu kalau ada praktik
pungutan segera melaporkan, dan menyediakan bantuan
sosial bagi petani yang mengalami bencana.
Adapun wujud peran masyarakat dalam pemberdayaan petani dengan membantu dalam penyelenggaraan
kegiatan seperti pendidikan
non formal, pelatihan dan pemagangan, atau dengan mengadakan penyuluhan, penguatan kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi
petani serta memfasilitasi
sumber pembiayaan atau permodalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar