SEJARAH revolusi industri dimulai dari terjadinya revolusi industri 1.0. pada abad 18, ditandai dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt, dan produksi kereta api pada tahun 1750-1830, pada era ini ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang keefektivan dan efisiensi aktivitas manusia. Revolusi industri 2.0 terjadi pada abad 19 yakni antara tahun 1870-1900 dengan penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak, pada era ini dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu. Revolusi industri 3.0 pada abad 20 yakni antara 1960-2010 dengan penemuan komputer, internet, dan telepon genggam, pada era ini ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Revolusi industri 4.0. terjadi pada abad 21 yakni sejak 2011 sampai sekarang. Era Revolusi industri 4.0. merupakan fase real change dari perubahan yang ada, ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur.
Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai
oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur. Jerman
merupakan negara pertama yang membuat roadmap (grand design) tentang
implementasi ekonomi digital. Revolusi industri 4.0 ditandai dengan peningkatan
digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: (1) peningkatan volume
data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; (2) munculnya analisis, kemampuan,
dan kecerdasan bisnis; (3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan
mesin; dan (4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti
robotika dan 3D printing.
Era Revolusi Industri 4.0 ditandai oleh kecerdasan buatan
(artificial intelligence), super komputer, rekayasa genetika, teknologi nano,
mobil otomatis, dan inovasi. Pada era ini semakin terlihat wujud dunia yang
telah menjadi kampung global. Revolusi Industri 4.0 memberikan dampak ekonomi,
industri, pemerintahan dan politik. Namun demikian, di sisi lain, revolusi
industri ini juga akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia
sehingga diestimasi terjadi sampai tahun 2030 karena diambil alih oleh robot.
Hal ini bisa menjadi ancaman dunia termasuk bagi Indonesia sebagai negara yang
memiliki angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi.
Mencermati berbagai perubahan dan inovasi serta perkembangan
yang ada, Pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah-langkah
strategis yang ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
Pemerintah dituntut menghasilkan sumber daya manusia berkualitas melalui proses
Pendidikan yang berkualitas dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
hingga Perguruan Tinggi. Maka, hadirlah kebijakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, guna menjawab tuntutan
perubahan pada era revolusi industri 4.0.
Era Society 5.0
Hadirnya era revolusi industri 4.0 (the industrial revolution
4.0.) yang menawarkan literasi baru yakni data, technology, and human
literation, sebagai sebuah tesis baru era teknologi digital, sejak tahun 2018
muncul “anti tesis” dari Jepang yang lebih menjunjung “manusia” di samping
terjadinya revolusi data dan teknologi. Menurut Kantor Kabinet Jepang, Society
5.0 didefinisikan sebagai sebuah masyarakat yang berpusat pada manusia yang
menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui
sistem yang sangat mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik.
Society 5.0 dimunculkan Jepang sebagai implementasi Rencana
Dasar Sains dan Teknologi ke-5 sebagai masyarakat masa depan yang harus dicita
– citakan oleh Jepang. Mereka ingin menjawab dan melompati isue yang berkembang
dari Eropa ke seluruh dunia tentang revolusi industri 4.0 yang dinilainya akan
menghilangkan peran masyarakat manusia dengan digantikan oleh teknologi.
Selanjutnya, mereka membagi lima tahapan kehidupan yakni diawali dengan
masyarakat berburu (Society 1.0), masyarakat pertanian (Society 2.0),
masyarakat industri (Society 3.0), masyarakat informasi (Society 4.0), dan
masyarakat konvergensi maya-fisik (Society 5.0). Tujuan dari konsep ini sendiri
adalah mewujudkan masyarakat dimana manusia-manusia di dalamnya benar-benar
menikmati hidup dan merasa nyaman. Society 5.0 sendiri baru diresmikan pada 21
Januari 2019 dan dibuat sebagai solusi atas revolusi industri 4.0 yang ditakutkan
akan mendegradasi umat manusia. Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat
menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan
berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industry 4.0 seperti Internet on
Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan
buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia.
Sebenarnya konsep revolusi 4.0 dan Society 5.0 tidak memiliki
perbedaan yang jauh. Hanya saja konsep Society 5.0 lebih memfokuskan konteks
terhadap manusia. Jika Revolusi industry 4.0 menggunakan kecerdasan buatan
sebagai komponen utama dalam membuat perubahan di masa yang akan datang, maka
Society 5.0 menggunakan teknologi modern hanya saja mengandalkan manusia
sebagai komponen utamanya. Society 4.0 memungkinkan kita untuk mengakses juga
membagikan informasi di internet. Society 5.0 adalah era dimana semua teknologi
adalah bagian dari manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sekedar untuk
berbagi informasi melainkan untuk menjalani kehidupan.
Kesiapan Pendidikan di Indonesia
Pada era revolusi industri 4.0 diperlukan tiga literasi yaitu
literasi data, literasi manusia, dan literasi teknologi. Pembelajaran di era
revolusi 4.0 dapat menerapkan hybrid/blended learning dan Case-base Learning.
Pendidikan dalam era Society 5.0, memungkinkan peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran berdampingan dengan robot. Tantangan pasti akan dihadapi dalam
setiap transisi inovasi dan teknologi. Kita harus berani dan siap, jika tidak,
maka kita akan tenggelam oleh disrupsi ini. Lalu, bagaimana dengan kesiapan
pendidikan di Indonesia?
Trand pendidikan Indonesia saat ini yaitu online learning yang
menggunakan internet sebagai penghubung antara pendidik dan peserta didik.
Peran pendidik dalam era Revolusi Industri 4.0 harus diwaspadai, para pendidik
tidak boleh hanya menitikberatkan tugasnya hanya dalam transfer ilmu, namun
lebih menekankan pendidikan karakter, moral dan keteladanan. Hal ini
dikarenakan transfer ilmu dapat digantikan oleh teknologi, namun penerapan
softskill dan hardskill tidak bisa digantikan dengan alat dan teknologi
secanggih apapun. Dengan lahirnya Society 5.0 diharapkan dapat membuat
teknologi di bidang pendidikan yang tidak merubah peran pendidik dalam mengajarkan
pendidikan moral dan keteladanan bagi para peserta didik. Untuk mewujudkan
cita-cita Making Indonesia 4.0, harus ada wujud konkret dan usaha yang keras
untuk pemerintah Indonesia dan kita semua dalam menyongsong era digitalisasi.
Pendidikan di Indonesia perlu melihat kembali infrastruktur yang ada,
pengembangan SDM, menyinkronkan pendidikan dan industri, serta penggunaan
teknologi sebagai alat kegiatan belajar mengajar. Sedangkan, untuk menghasilkan
lulusan yang berkualitas, Perguruan Tinggi mesti memperhatikan empat hal yaitu
pendidikan berbasis kompetensi, pemanfaatan IoT (internet of things),
pemanfaatan virtual atau augmented reality dan yang terakhir pemanfaatan AI
(artifical intelligence). Dengan begitu, diharapkan pendidikan di Indonesia
telah siap memasuki era disrupsi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar